Jakarta --- Pola asuh anak di dalam rumah
tangga menentukan kualitas anak. Agar anak memiliki kepercayaan diri yang
bertanggung jawab, orang tua dihimbau untuk tidak terlalu otoriter, dan tidak
juga terlalu memanjakan.
“Orang tua itu harus demokratis, anak bisa
mengemukakan keinginannya, tapi tidak terlalu bebas,” demikian yang diungkapkan
oleh pakar pendidikan Arief Rahman, di Hotel Sultan Jakarta, Selasa (2/10).
Selain pola asuh di rumah, sekolah juga
dihimbau untuk cepat mengidentifikasi jika ada anak-anak yang bermasalah.
Pendekatan dan bimbingan dari guru diyakini mampu mengurangi keagresifan mereka
untuk berbuat kekerasan. “Evaluasi terhadap sekolah dan siswanya perlu
ditingkatkan,” katanya.
Kalau perlu, dari delapan standar nasional
pendidikan yang ada sekarang ditambah satu standar lagi. Yaitu standar
peraturan. Setiap sekolah diharapkan benar-benar menegakkan peraturan. Bahkan
evaluasi untuk akreditasi sekolahpun diperlukan. “Kalau hanya mengukur otak,
maka hanya otak yang oke, begitu juga sebaliknya,” jelasnya.
Arief mengajak masyarakat untuk berperan
serta dalam mencegah terjadinya kekerasan di sekolah maupun di lingkungan
sekolah. Pembinaan dari masyarakat akan sangat membantu pekerjaan pemerintah.
“Jadi jangan hanya melemparkan tanggung jawab kepada pemerintah saja,
masyarakat harus ikut serta,” katanya.
Peran mediapun tak luput dalam membentuk
karakter anak. Tayangan-tayangan yang penuh dengan kekerasan hendaknya
diminimalisir. Karena masa remaja merupakan masa dimana anak ingin
mempraktekkan apa yang dilihatnya.
Terakhir, kebanggaan menjadi bangsa
Indonesia harus ditanamkan dalam diri anak. Memberi apresiasi atas apa yang
mereka lakukan juga salah satu upaya untuk memberi kepercayaan diri kepada
mereka. “Stop mencaci maki, stop ngenyek. Anak kalau diapresiasi akan
memiliki kepercayaan diri. Tapi kalau dicaci maki mereka akan dendam,” katanya.
(AR).
Ditukil
dari : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/718
0 komentar:
Posting Komentar